Panas menyengat terasa satu bulan terakhir ini. Mengingatkanku saat aku tinggal di Jakarta beberapa tahun yang lalu. Suhu mulai meningkat hingga 28 °C. Untuk saya suhu di angka ini sudah terbiasa, tapi untuk penduduk asli Lima sudah terasa sangat panas. Waktu awal saya datang ke Lima, suhu sangat dingin untuk saya. Saat itu suhu terendah yang saya rasakan hingga 5 °C. Belum seberapa memang jika dibandingkan dengan suhu rata-rata di Eropa. Tetap saja untuk saya 5 °C sudah membuat saya menggigil ketika berada di luar rumah.
Sejak September 2016 sampai sekarang, ada banyak pengalaman yang saya dapatkan selama tinggal di Lima, Peru. Suka dan duka menjadi warga asing juga banyak saya terima. Di artikel ini saya akan berbagi dengan kalian semua yang punya rencana untuk tinggal di Lima.
SUKA
Untuk saya pribadi, saya merasa senang karena setelah menikah di Indonesia, saya bisa ikut suami tinggal di Peru, negara pertama di luar negeri yang saya tinggali.
Saya juga suka tinggal di sini karena jalan-jalannya lebih teratur di beberapa distrik walaupun masih ada orang-orang yang tidak ikut aturan, tapi setidaknya sedikit sekali pengguna sepeda motor. Banyak polisi yang siaga di setiap sudut kota. Saya perhatikan, orang-orang di sini lebih menghargai budaya antre (walaupun ada beberapa tempat yang masih tidak teratur). Ini yang sangat saya suka. Walaupun kadang mereka tidak sabar karena terlalu lama mengantre, tapi mereka akan tetap berdiri pada posisi mereka dan tidak menerobos barisan orang lain. Kalaupun ada satu orang yan menerobos barisan, pasti akan diteriaki oleh semua orang yang antre.
Buah-buah dan sayuran-sayuran di sini ukurannya besar-besar, mempunyai banyak jenis, kualitasnya bagus dan harganya kadang-kadang lebih murah dari Indonesia atau setidaknya banyak harga yang sama seperti di Indonesia. Bahkan saya baca kemarin, Peru akan mengekspor anggur ke Indonesia. Untuk sayuran kentang contohnya. Di Peru ada sekitar 4000 jenis kentang dan harganya murah sekali. Bahkan hewan juga ukurannya lebih besar. Contohnya ayam ukurannya lebih besar di sini daripada di Indonesia.
Alamnya sangat unik dan indah. Saya sangat suka ketika sedang jalan-jalan di sini. Saya bisa melihat Pegunungan Andes yang menjulang tinggi di sepanjang jalan. Karena memang Pegunungan Andes terbanyak ada di Negara Peru. Saya tidak tahu mengapa, ketika saya melewati Pegunungan Andes, saya merasa ada energi baru yang saya dapatkan.
Banyak saya temui persamaan antara Peru dan Indonesia. Peru dan Indonesia mempunyai banyak macam budaya. Ada banyak tanaman, buah dan sayur yang sama seperti di Indonesia. Jadi, saya bisa memasak masakan Indonesia.
DUKA
Duka ketika tinggal di Peru adalah jauh dari keluarga. Pergi ke Negara Peru dari Indonesia seperti pergi ke dunia lain. Jaraknya hampir seperti membelah bumi dan perbedaan waktu yang berbeda mencapai 12 jam. Di Indonesia sudah hari ini, tapi di Peru masih kemarin. Ketika saya harus berkomunikasi dengan keluarga saya di Indonesia, saya harus menunggu malam hari untuk bisa berkomunikasi di pagi hari di Indonesia. Saya lakukan ritual ini biasanya 2 minggu sekali. Kadang-kadang juga saya dapat kendala ketika sinyal susah.
Masalah bahasa juga menjadi kendala bagi saya. Oleh karena itu saya masih belajar Bahasa Spanyol, itupun masih dasar dan otodidak. Guru saya ya suami saya. Ketika ada kata-kata baru di dalam percakapan sehari-hari yang saya tidak mengerti, saya tanya artinya kepada suami saya. Saya menggunakan Bahasa Indonesia dalam keseharian saya dan suami saya. Mengapa tidak Bahasa Inggris? Bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus. Ditambah lagi dengan kebiasaan sewaktu di Indonesia, suami saya kebetulan kuliah Bahasa Indonesia dan dia harus mempraktekan Bahasa Indonesianya. Itulah yang membuat saya dan suami terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Menurut saya lebih bagus menggunakan Bahasa Inggris untuk kami berdua bisa mengasah dan melatih kemampuan Bahasa Inggris kami berdua. Tapi, bahasa sehari-hari yang digunakan di Peru adalah Bahasa Spanyol. Semua orang di rumah juga memakai Bahasa Spanyol. Suami saya juga memakai Bahasa Spanyol untuk berkomunikasi dengan mereka. Secara otomatis karena kebiasaan itu, kami selalu menggunakan Bahasa Indonesia menjadi bahasa sehari-hari kami berdua.
Ada kejadian lucu yang kami alami. Ketika kami sedang melakukan percakapan, secara tidak sengaja suami saya mencampur Bahasa Spanyol dengan Bahasa Indonesia dan saya mencampurkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jawa. Ini terdengar sangat lucu, yang membuat kami tiba-tiba tidak bisa merespon percakapan karena tidak mengerti. Karena hal konyol itu, sejenak kami tertawa.
Duka yang lain adalah ketika saya rindu masakan Ibu saya dan Indomie (btw, sekarang sudah ada Indomie di Peru loh). Masakan Indonesia yang lain bisa saya buat di sini, walaupun susah mendapatkan bumbunya. Minimal di Peru, saya bisa memasak rendang, gado-gado, ayam penyet, balado, ayam woku, ayam rica-rica, telur dadar dan ada beberapa lagi. Sekali saya makan tempe di sini, tapi entah karena apa kok rasanya tidak seenak di Indonesia. Mungkin, saya salah membumbui atau karena memang lebih enak makannya di Indonesia. Hmm...saya rindu sekali dengan masakan Ibu saya. Saya rindu tumis kangkung, tempe goreng, dan sambal terasi buatan Ibu saya.
Tidak bisa ngobrol-ngobrol dengan tetangga juga jadi masalah untuk saya. Kalau di Indonesia terutama di desa saya, saya bisa duduk di depan rumah, lalu tetangga-tetangga biasanya akan datang juga untuk sekedar ngobrol, bersenda gurau sambil makan cemilan, bermain sama anak-anak kecil dan tertawa-tertawa dengan mereka. Di sini, saya selalu tinggal di dalam rumah. Ketika keluar rumahpun harus segera menutup pintu dan melihat-lihat keadaan sekitar. Hal ini dilakukan karena saya harus selalu hati-hati dimanapun.
Tinggal di Lima harus kuat mental dan selalu berhati-hati dimanapun kita berada karena kriminal di sini lebih menyeramkan dibandingkan dengan di Jakarta. Kalau saya pribadi menyarankan untuk tidak terlalu mencolok dalam berpenampilan ketika berada di jalan (tidak memprovokasi). Di Lima sering terjadi pencurian dan perampokan dan kadang mereka juga membawa senjata api. Ini terjadi tidak di semua tempat dan juga hanya di waktu-waktu tertentu saja ketika ada kesempatan oleh pencuri. Saya tidak sedang menakut-nakuti tapi hanya ingin berbagi pengalaman saja karena faktanya seperti itu di Lima.
Tinggal di negara orang memang tidak mudah, tapi semua itu sudah menjadi konsekuensi dari apa yang sudah saya pilih. Saya harus menerima dan memang sudah tahu akan terjadi seperti ini. Saya juga melalui proses yang panjang dalam mengambil keputusan untuk tinggal di sini. Tidak semudah yang kalian bayangkan. Saya menikmati kehidupan saya yang sekarang ini. Semua orang juga mempunyai kisah kehidupan yang berbeda-beda dengan kisah suka duka yang berbeda pula. Dimanapun kalian tinggal, yang paling penting adalah bagaimana cara kita menikmatinya, ikhlas dan bahagia.
Salam hangat dari Peru.
Duka ketika tinggal di Peru adalah jauh dari keluarga. Pergi ke Negara Peru dari Indonesia seperti pergi ke dunia lain. Jaraknya hampir seperti membelah bumi dan perbedaan waktu yang berbeda mencapai 12 jam. Di Indonesia sudah hari ini, tapi di Peru masih kemarin. Ketika saya harus berkomunikasi dengan keluarga saya di Indonesia, saya harus menunggu malam hari untuk bisa berkomunikasi di pagi hari di Indonesia. Saya lakukan ritual ini biasanya 2 minggu sekali. Kadang-kadang juga saya dapat kendala ketika sinyal susah.
Masalah bahasa juga menjadi kendala bagi saya. Oleh karena itu saya masih belajar Bahasa Spanyol, itupun masih dasar dan otodidak. Guru saya ya suami saya. Ketika ada kata-kata baru di dalam percakapan sehari-hari yang saya tidak mengerti, saya tanya artinya kepada suami saya. Saya menggunakan Bahasa Indonesia dalam keseharian saya dan suami saya. Mengapa tidak Bahasa Inggris? Bahasa Inggris saya tidak terlalu bagus. Ditambah lagi dengan kebiasaan sewaktu di Indonesia, suami saya kebetulan kuliah Bahasa Indonesia dan dia harus mempraktekan Bahasa Indonesianya. Itulah yang membuat saya dan suami terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Menurut saya lebih bagus menggunakan Bahasa Inggris untuk kami berdua bisa mengasah dan melatih kemampuan Bahasa Inggris kami berdua. Tapi, bahasa sehari-hari yang digunakan di Peru adalah Bahasa Spanyol. Semua orang di rumah juga memakai Bahasa Spanyol. Suami saya juga memakai Bahasa Spanyol untuk berkomunikasi dengan mereka. Secara otomatis karena kebiasaan itu, kami selalu menggunakan Bahasa Indonesia menjadi bahasa sehari-hari kami berdua.
Ada kejadian lucu yang kami alami. Ketika kami sedang melakukan percakapan, secara tidak sengaja suami saya mencampur Bahasa Spanyol dengan Bahasa Indonesia dan saya mencampurkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jawa. Ini terdengar sangat lucu, yang membuat kami tiba-tiba tidak bisa merespon percakapan karena tidak mengerti. Karena hal konyol itu, sejenak kami tertawa.
Duka yang lain adalah ketika saya rindu masakan Ibu saya dan Indomie (btw, sekarang sudah ada Indomie di Peru loh). Masakan Indonesia yang lain bisa saya buat di sini, walaupun susah mendapatkan bumbunya. Minimal di Peru, saya bisa memasak rendang, gado-gado, ayam penyet, balado, ayam woku, ayam rica-rica, telur dadar dan ada beberapa lagi. Sekali saya makan tempe di sini, tapi entah karena apa kok rasanya tidak seenak di Indonesia. Mungkin, saya salah membumbui atau karena memang lebih enak makannya di Indonesia. Hmm...saya rindu sekali dengan masakan Ibu saya. Saya rindu tumis kangkung, tempe goreng, dan sambal terasi buatan Ibu saya.
Tidak bisa ngobrol-ngobrol dengan tetangga juga jadi masalah untuk saya. Kalau di Indonesia terutama di desa saya, saya bisa duduk di depan rumah, lalu tetangga-tetangga biasanya akan datang juga untuk sekedar ngobrol, bersenda gurau sambil makan cemilan, bermain sama anak-anak kecil dan tertawa-tertawa dengan mereka. Di sini, saya selalu tinggal di dalam rumah. Ketika keluar rumahpun harus segera menutup pintu dan melihat-lihat keadaan sekitar. Hal ini dilakukan karena saya harus selalu hati-hati dimanapun.
Tinggal di Lima harus kuat mental dan selalu berhati-hati dimanapun kita berada karena kriminal di sini lebih menyeramkan dibandingkan dengan di Jakarta. Kalau saya pribadi menyarankan untuk tidak terlalu mencolok dalam berpenampilan ketika berada di jalan (tidak memprovokasi). Di Lima sering terjadi pencurian dan perampokan dan kadang mereka juga membawa senjata api. Ini terjadi tidak di semua tempat dan juga hanya di waktu-waktu tertentu saja ketika ada kesempatan oleh pencuri. Saya tidak sedang menakut-nakuti tapi hanya ingin berbagi pengalaman saja karena faktanya seperti itu di Lima.
Tinggal di negara orang memang tidak mudah, tapi semua itu sudah menjadi konsekuensi dari apa yang sudah saya pilih. Saya harus menerima dan memang sudah tahu akan terjadi seperti ini. Saya juga melalui proses yang panjang dalam mengambil keputusan untuk tinggal di sini. Tidak semudah yang kalian bayangkan. Saya menikmati kehidupan saya yang sekarang ini. Semua orang juga mempunyai kisah kehidupan yang berbeda-beda dengan kisah suka duka yang berbeda pula. Dimanapun kalian tinggal, yang paling penting adalah bagaimana cara kita menikmatinya, ikhlas dan bahagia.
Salam hangat dari Peru.
Kak, saya mau tanya nih.
ReplyDeleteSaya kan pengen ke Peru menemui teman saya. untuk pergi kesana memang tidak perlu visa. tp saya berniat ingin melanjutkan sekolah disana. Apakah pasport saja sudah cukup. Dan bagaimana caranya agar saya tidak harus beli tiket pp, karena itu mahal. saya akan beli untuk pulang ke indonesia nnt bersama teman saya disana.
Hallo Oki, terima kasih untuk pertanyaannya.
ReplyDeleteBaik, untuk sekolah di Peru harus memerlukan Visa Student. Untuk membuat Visa Student bisa langsung ditanyakan persyaratannya ke Kedutaan Peru di Jakarta di Menara Rajawali, Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Setahu saya, salah satu persyaratannya adalah harus melegalisir ijazah terakhir di Kementerian-Kementerian di Indonesia dan terakhir harus diterjemahkan ke Bahasa Spanyol. Saran saya, mencari informasi sekolah atau universitas dulu sebelum ke Peru.
Mengenai tiket pesawat, lebih baik punya tiket pp karena untuk jaga-jaga jika terjadi sesuatu. Kalau mau beli tiket one way saja, boleh sih. Tapi, dengan catatan kamu memang sudah pasti punya visa student dan diterima di universitas di Peru.
Visa turis berlaku minimal 30 hari sampai 183 hari. Untuk lebih jelasnya, silakan datang ke Kedutaan Peru di Jakarta.
Semoga jawabannya membantu. Terima kasih...
Kak Hesty, apakah ad peluang bekerja di Peru? Seperti apa peluangnya? Mohon info donk
ReplyDeleteHai Gie Luminaries, maaf telat respon. Untuk peluang kerja di Peru saya kurang tahu banyak. Untuk daerah Ibukota Lima, hampir sama dengan Jakarta, banyak jenis pekerjaan, tetapi banyak juga kompetitor karena tahun ini ada banyak imigran dari negara Venezuela yang datang ke Peru untuk mencari kerja. Tetapi, kalau mau kerja di sini, sama proses seperti di Indonesia, harus mempunyai izin kerja dan sponsor/perusahaan yang memberi kerja. Semoga membantu. Terima kasih.
DeleteSama saya juga tanya begitu
ReplyDeleteSama saya juga tanya begitu
ReplyDeleteHai Ramadhani 1957, sama seperti jawaban untuk Gie Luminaries ya. Terima kasih.
DeleteKak aku mau tanya juga rencana aku mau tinggi di Peru , aa teman di sana tapi gimna ya cara dapetin visa tinggal di sana ??
ReplyDeleteHai. Tergantung jenis visa apa yang kamu mau. Kalau untuk tinggal atau kerja harus ada sponsor. Terima kasih.
DeleteSis, sy seorang pensiunan yg suka ngebolang, sy dg istri rencana pengen tinggal di sana (selama wkt bebas visa) ingin menikmati kehidupan disana.. rencananya sih pengen sewa rumah(kecil) tdk di puat kota Lima,pinggiran lah..Bagaimana juga dengan nilai(hrg) uang kita dibanding disana..untung perhitungan biaya hidup harian dan biaya sewa rmh tsb.ditunggu infonya wass.
ReplyDeleteHai Pak Dede Ruhiyat. Biaya hidup di Peru tidak jauh beda dengan biaya hidup di Jakarta. Tentunya, tergantung dari gaya hidup setiap orang yang berbeda-beda. Tapi saya akan memberi gambaran. Misal untuk sewa rumah kost/kamar tanpa peralatan kira-kira harganya 500-800 soles (kurs Rp 4000/1 sol) di daerah yang masih terjangkau. Atau Departemento (seperti apartemen kecil 2-3 kamar, tanpa barang) harga sekitar 1400 soles. Untuk makanan, biasanya di restoran sini menjual menu lokal dengan harga mulai dari 8 soles/porsi (porsinya besar, biasanya makanan pembuka dan makanan utama), air minum sekitar 1-2 soles/botol 1,5 liter. Harga-harga lain masih mirip dengan di Jakarta, hanya berbeda di porsinya saja, karena di sini orang-orang suka makan banyak. Saya kasih harga di sini untuk hidup standar, tidak terlalu jelek dan tidak terlalu ekslusif dan di daerah yang bukan pusat bisnis. Terima kasih.
DeleteHarga sewa di atas itu harga per bulan ya Pak.
Delete"PERTANYAAN UNTUK KALIAN SEMUA YANG MEMBACA ARTIKEL INI"
ReplyDeleteBolehkah saya tahu, alasan apa saja yang membuat kalian tertarik dengan Negara Peru?
Terima kasih.
Permisi kak,saya tertarik untuk melakukan traveling dan juga terinspirasi dari sebuah buku sehingga ingin mempelajari budaya-budaya serta karakter orang di seluruh dunia,terutama peru. Saya juga berencana menulis perjalanan saya saat waktunya saya siap,karena sekarang masih kuliah jadi ingin menyelesaikan study terlebih dahulu. Saya ingin bertanya masalah kerja ke luar negeri menggunakan ijazah S1 indo itu bisa apa tidak ? Dan maksud dari sponsor untuk bekerja itu apa ? Apa harus masuk ke perusahaan terlebih dahulu baru bisa dapat visa kerja disana atau ada cara lain ? Dan di indo tempat kursus bahasa spanyol apakah tahu dimana ?
DeleteTerimakasih kak,sekedar sharing.
Terima kasih sudah mengunjungi blog saya. Sangat inspiratif sekali idenya. Semoga suatu hari bisa terlaksana ya. Bisa memakai ijazah S1 Indonesia, yang penting semua dokumen kalau mau dipakai di ke luar negeri, harus dilegalisir ke instansi yang bersangkutan di Indonesia dan diterjemahkan dengan Bahasa Inggris atau Bahasa Spanyol karena di Peru menggunakan Bahasa Spanyol.
Delete*Sponsor itu ya perusahaan/orang yang akan mensponsori kamu untuk bekerja di sini dan harus menggunakan visa kerja kalau mau kerja di Peru.
*Di Indonesia ada beberapa tempat kursus bahasa Spanyol ; di Jakarta ada di Pusat Bahasa Trisakti, Institut Cervantes Jakarta, Kedutaan Spanyol, dll.
Di Jogja ada di Lembaga Indonesia Spanyol. Atau kamu bisa cari di google lengkapnya.
Semoga membantu
Terima kasih, Kak sudah membagi pengalamannya.
DeleteHai Marty Letsoin. Terima kasih sudah mengunjungi blog saya. Maaf, saya belum pernah pergi ke daerah Huanuco. Jadi saya tidak bisa menjelaskan bagaimana keadaan di sana. Tetapi, untuk tingkat keamanan di semua daerah Peru dan Amerika Selatan, disarankan harus selalu hati-hati. Apalagi kalau belum pernah mengunjungi. Kalau datang sebagai turis, lebih baik mencari travel agency yang terpercaya atau membaca review di internet tentang orang-orang yang pernah datang ke sana. Seperti link tripadvisor ini https://www.tripadvisor.com.pe/Hotels-g1391902-Huanuco_Huanuco_Region-Hotels.html , mungkin bisa dijadikan acuan. Salam untuk saudara-saudara setanah air di Papua!
ReplyDeleteSama-sama. Oya, bagi WNI yang kebetulan sedang mengunjungi Peru, sebaiknya melaporkan diri ke KBRI Lima di Calle Las Flores 334, San Isidro supaya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bisa dibantu oleh KBRI. Terima kasih.
ReplyDeletesaya seneng banget kak denger cerita kakak, saya ada teman di peru ya saling bertukar cerita dan budaya
ReplyDeletekakak di lima kerja sebagai apa kak disana? π
Di Peru ada banyak macam tanaman kopi.
ReplyDeletekak, saya berpacaran dgn orang peru hampir tiga tahun, tapi kita komunikasi pake bhs inggris atau sedikit indonesia karena saya tidak bisa bhsa spanyol, jika nanti pacar saya menikah dengan saya di indonesia trs saya di bawa ke negara dia, apa saya harus membuat visa tinggal di sana atau otomatis free karena sudah jd istri dia? mohon pencerahannya kak, makasih ��
ReplyDeleteHai Ocha, salam kenal.
DeleteBagi pemilik paspor Indonesia mendapatkan free visa turis sampai maksimal 180 hari, tergantung dari Imigrasi Peru akan memberikan berapa hari, tapi biasanya rata-rata hanya 30 hari. Kalau kamu menikah dengan Peruano, nanti di Peru harus mengganti visa turis dengan visa Familiar Residente dengan syarat2 tertentu. Kamu bisa baca lengkapnya di http://indonesia-peru.blogspot.com/search/label/Informations. Semua informasi tentang pengurusan dokumen ada di situ. Terima kasih.
Maaf, free visa turis untuk paspor Indonesia maksimal 183 hari
ReplyDeleteHai kak, karakter orang Peru bagaimana y pada umumnya? Apa sama seperti org Indonesia yg ramah2?
ReplyDeleteKalau secara umum, pada awal perkenalan mereka sangat ramah dan hangat. Tapi kalau tidak kenal seperti di jalan ya pasti mereka akan merasa aneh kalau ada orang tiba-tiba tersenyum. Kalau di daerah biasanya lebih ramah. Hampir mirip dengan Indonesia, tapi ada berbeda sedikit.
DeleteKalo yg saya pelajari setelah mengenal orang orang Peru itu lebih cenderung TEMPERAMENT dan EMOSIAN,jadi kalo kalian punya kenalan orang Peru dan mereka ramah seperti orang indonesia,Korea dan Jepang maka kalian SEDANG BERUNTUNG SEKALI.. baik di lingkungan work networking atau school orang2 Peru lebih tidak ramah,berbeda sekali dengan orang England atau Asia.. ini sekedar buat masukan aja yaa.. belom lagi tingkat KRIMINALITAS disana LUMAYAN TINGGI
ReplyDeleteSelamat siang bu Hesty...
ReplyDeleteMohon buka emailnya ya bu...
ReplyDeleteHalo kak ada akun intagram atau email yang bisa dihubungi
ReplyDeletehai kaka. saya ingin tanya kalau harga tiket ke peru untuk sekarang berapa yaaa dan jika ingin tinggal di sana apaw saja sih yg harus di lengkapi. dan tips dan trik untuk tinggal di peru.
ReplyDeleteshare emailnya kakak dong. biar bisa ketemu di peru biar ada teman. makasih
Ola mba Hesty artikel yg menarik sekali... kalau boleh tau sekolah anak-anak yg bilingual di Lima, ada yang murah kah? terutama admission feenya... yg di bawah 8000 USD... mohon info ya mba? oh iya anak2 pejabat dan staf di KBRI sekolahnya gmana? gracias
ReplyDeleteHola!
ReplyDeleteMungkin artikel ini bisa membantu : https://www.perutelegraph.com/peru-information/international-schools-colleges-peru-guide
Salam dan terima kasih,
Halo kak, saya ingin tanya nih.. kalo saya ada rencana untuk magang/ internship di Peru. Untuk tempat tinggal bagaimana ya? Apa disana ada kos2an atau kontrakan gitu? Karna dari kantornya tidak disediakan.. cuman gaji ajaa.. trus kalo visa juga gimana yaa..?
ReplyDeleteMakasih kak.
Halo Grace, di sini ada kos-kosan (dormitorio), kontrakan (departemento). Untuk range harga, bisa dilihat di komentar-komentar di atas pada artikel ini. Kalau Visa, khusus untuk pemegang paspor Indonesia free visa maksimal sampai 183 hari. Trims,
DeleteMakasih banyak yaa kak untuk info nyaaa ^^
DeleteSama-sama π
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWhich part of lima do you live ?
ReplyDeleteOya mbak saat ini saya juga sedang menjalin kasih dengan seseorang di Peru/Lima. Awalnya saya search di google tentang perbedaan waktu antara Indonesia dengan Peru. Dapatlah artikel ini dan saya klik karena saat ini saya juga sedang menjalin kasih dengan seseorang di Peru/Lima. Hubungan kami dimulai dari pertemanan sosial media. Sekarang kami sering bercakap-cakap lewat sebuah aplikasi sosmed. Artikel ini memberi tahu banyak hal tentang Peru, termasuk kapan sebaiknya berkomunikasi dengan orang spesial yang ada di Peru. Di Indonesia Malam, Disana Pagi. thank mbak
ReplyDeleteTerima kasih, salamππΌ
Deletekak saya pingin Tanya,saya kenal pria peru udah lbh dari 7 th dia businessman setiap 4 bln dtg hk Dan sayapun ketemu,dis gaji nikah tapi yg jadi masalah 1) dia perhitungan bgt beli apa2 pilih yg termurah 2) dia blm pernah menikah Dan usia 46 th,sedangkan aq Punya 1 anak Dan aq lbh mudah 7 th, aq binggung apakah harus aq terima atau....? tolong jawab kak, thanks
ReplyDeleteMaaf, saya kurang mengerti dengan jelas maksudnya. Tapi, kalau tanya ke saya untuk menerima atau tidak, saya tidak berwenang untuk memberi saran apapun karena itu hak pribadi mbaknya... ππΌ
DeleteKak Hess, apakah masih di peru? Kami kebetulan lagi jalan2 di Peru ni π
ReplyDeleteHai kak,mau nanya-nanya karakter orang Peru itu gimana kak ya? Apakah semua nya ramah atau hanya ada beberapa aja yg ramah?
ReplyDelete